Rebana Biang Kesenian Khas Betawi

Rebana Biang merupakan salah satu kesenian Indonesia. Kesenian ini tumbuh di masyarakat Betawi, Jakarta dan sekitarnya. Namun, keberadaan rebana biang mulai hampir punah. Dalam pertunjukannya, kesenian tersebut terkadang ikut menyertakan gaya silat Cingkrik khas Betawi. Pada 2017, rebana biang termasuk satu di antara kesenian dan kearifan lokal asal Betawi yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional.

sumber:google.com

Rebana Biang merupakan salah satu seni warisan budaya Betawi. Disebut Biang karena ukurannya yang besar. Ciri khas yang paling mencolok dari Rebana Biang dibanding rebana lain yakni jumlahnya yang hanya tiga rebana saja. Sedangkan rebana jenis lain memiliki beberapa buah rebana.Rebana Biang merupakan salah satu seni warisan budaya Betawi. Disebut Biang karena ukurannya yang besar. Ciri khas yang paling mencolok dari Rebana Biang dibanding rebana lain yakni jumlahnya yang hanya tiga rebana saja. Sedangkan rebana jenis lain memiliki beberapa buah rebana.

Lagu Rebana Biang hanya ada dua macam, yakni lagu yang berirama cepat yang disebut “Lagu Arab” atau “Lagu Nyalun” dan berirama lambat yang disebut “Lagu Rebana” atau “Lagu Melayu” (maksudnya : Lagu Betawi). Termasuk ke dalam “Lagu Arab” misalnya Robuna Salun, Allahu Ah, Allah Aisa, Allahu Sailillah, Hadro Dzikir, dsb. Termasuk ke dalam lagu Melayu antara lain : Alfasah, Alaik Soleh, Dul Sayiduna, Dul Laila, Yulaela, Sollu ala madinil iman, Anak ayam turun selosin, Sanggarai Kacang. Bersama pementasan Rebana Biang, biasanya dilengkapi dengan tari Benggo dan pertunjukan jurus-jurus silat Betawi.

Pementasan sanggar Pusaka Rebana Biang Ciganjur di Setu Babakan
 (foto: Akun IG @rebannabiang)

Ciri khas yang paling mencolok dari Rebana Biang dibanding rebana lain yakni jumlahnya yang hanya tiga rebana saja, sedangkan rebana jenis lain memiliki beberapa buah rebana. Tiga buah rebana tersebut mempunyai nama masing-masing. Yang kecil bergaris tengah 30 cm diberi nama gendung, yang berukuran sedang bergaris tengah 60 cm dinamai kotek, rebana dengan garis tengah mencapai 90 cm disebut juga biang. Perbedaan lainnya, rebana jenis lain memiliki logam kicrik yang berbunyi gemricing saat dipukul, sedangkan dalam Rebana Biang tak ada.

Pada rebana yang berukuran kecil dimainkan sambil duduk, sedang rebana yang berukuran besar dimainkan dengan telapak kaki dan lutut digunakan untuk menyangga rebana dan untuk mengatur suara digunakan cara tengkepan menggunakan telapak kaki. Berdasarkan cepat lambatnya irama lagu Rebana Biang ada dua macam. Pertama berirama cepat disebut lagu Arab atau lagu nyalun seperti lagu berjudul Rabbuna Salun, Alahah serta Hadro Zikir. Kedua berirama lambat, disebut lagu rebana atau lagu Melayu seperti Alfasah, Yulaela, Anak Ayam Turun Selosin serta Sangrai Kacang.

sumber:google.com

Konon, pertunjukan Rebana Biang merupakan kesenian ritual yang diajarkan setelah pengajian. Semakin bergesernya zaman dalam perkembangannya, permainan Rebana Biang memasukkan unsur musik lain seperti terompet,rebab,tehyan, dan biola, untuk mengiringi teater, tari yaitu Teater Blantek dan Blenggo. Pertunjukan ini kerap kali memeriahkan berbagai perayaan seperti pernikahan, khitanan, hingga ulang tahun. Dalam perkembangannya, kesenian Rebana Biang telah dikenalkan ke masyarakat Betawi sejak tahun 1825. Tak hanya di wilayah Ciganjur, Jakarta Selatan, perkembangan Rebana Biang juga meluas ke berbagai tempat seperti Cijantung, Cakung, Ciseeng, Parung, Pondok Rajeng, Bojong Gede dan Citayam.