Tapak Tilas Jawara Betawi Tanjung Barat

Tanjung Barat - Sebuah nama daerah di selatan jakarta tepatnya di kecamatan Jagakarsa berseberangan dengan wilayah Cijantung Jakarta Timur.

Kelurahan Tanjung Barat

Tanjung Barat ini memiliki keistimewaan sendiri, sebagaimana di uraikan di sebuah Website http://jakarta-selatan.kurikulum.org/ disana di jelaskan bahwa Tanjung barat adalah sebuah wilayah yang istimewa . Pada zaman sebelum kemerdekaan, wilayah Tanjung Barat ini khususnya di daerah Muara, merupakan pusat dari sebuah kerajaan kecil bernama kerajaan Tanjung Jaya[1] atau Tanjung Wijaya yang merupakan kerajaan bawahan dari kerajaan Sunda Galuh/kerajaan Pajajaran. Kerajaan ini didirikan oleh Prabu Wangsatunggal, seorang sepupu Prabu Ragamulya Luhur Prabawa, raja Kerajaan Sunda ke-30.

Wangsatunggal mendirikan kerajaan ini pada tahun 1333. Menurut naskah Wangsakerta. Lokasi pusat kerajaan Tanjung Jaya diperkirakan di daerah Muara dekat "kali kawin" (pertemuan kali Ciliwung dengan kali Cijantung). Kerajaan ini awalnya bernama Tanjung Kalapa dan berpusat di Tanjung Timur (Condet) tetapi oleh Wangsatunggal pusat Kerajaan Tanjung Kalapa (taklukan Tarumanagara) dipindahkan ke Tanjung Barat. Prabu Wangsatunggal kemudian mengganti nama Tanjung "Kalapa" dengan Tanjung "Jaya". Raja-raja Tanjung Jaya berturut-turut adalah:

  • Prabu Wangsatunggal
  • Ratu Munding Kawati
  • Raja Mental Buana
  • Raja Banyak Citra
  • Raja Cakralarang
  • Ratu Kiranawati (ratu terakhir).

Sumber sejarah tentang kerajaan Tanjung Jaya ini memang hanya berasal dari Naskah Wangsakerta, sayangnya naskah ini termasuk kontroversial karena diragukan validitasnya.

Islam di Tanjung Jaya ( Sekarang Tanjung Barat )

Tidak diketahui kapan tepatnya Islam masuk ke kerajaan ini tetapi menurut kajian budayawan Betawi Ridwan Saidi hal ini bisa dirunut dari berdirinya Pesantren Syekh Quro atau Syekh Hasanuddin di Karawang pada tahun 1418. Syekh Quro adalah seorang pendakwah asal Kamboja yang pengaruhnya terasa hingga ke keraton Tanjung Jaya sehingga banyak pembesar-pembesar keraton yang masuk Islam. Saat dipimpin Ratu Kiranawati, agama Islam sudah berkembang pesat. Hal ini berbeda dengan di kerajaan Sunda dimana pengaruh Hindu di keraton masih sangat kuat.

Selain dikenal sebagai seorang muslimah yang taat, Ratu Kiranawati juga terkenal dengan kecantikan wajahnya sehingga oleh rakyatnya dijuluki dengan Ratu Kebagusan. Ratu Kiranawati wafat dan dimakamkan di daerah Ratu Jaya Depok. Pada masa pemerintahan Ratu Kiranawati, salah satu Adipati Kerajaan yang bernama Pangeran Papak menjadi salah satu dari Tujuh Wali Betawi. Ke-tujuh wali Betawi adalah: Syekh Quro, Pangeran Cakrabuana (Kian Santang), Pangeran Darma Kumala, Kumpi Datuk, Habib Sawangan, Pangeran Papak dan Ki Aling [2]. Ketujuh 'wali Betawi' ini, hidup sebelum penyerbuan Fatahillah ke Sunda Kelapa.

Jawara Betawi Tanjung Barat 

Jawara Betawi di Tanjung barat ini jarang di kenal atau di publis di media sosial karena memang jawara identik dengan seorang yang berpengaruh dan di takuti di wilayahnya.